Masyarakat internasional terkejut oleh keputusan Korea Utara (Korut) untuk menghentikan sementara program nuklir dan uji coba senjata.
Melalui keputusan tersebut, Korut bersedia membatasi kegiatan program pengembangan nuklir di fasilitas militer Yongbyon untuk mencapai tahap denuklirisasi yang ditetapkan pada September 2005 lalu. Selain itu, Korut akan menunda uji coba misil jarak jauh serta mengizinkan pemantau nuklir internasional melakoni peninjauan.
Amerika Serikat mengklaim sikap Korut merupakan buah dari dialog intensif dengan Negeri Paman Sam di Beijing, China, pekan lalu. Itulah pertemuan pertama kedua negara setelah Kim Jong-un (28) menggantikan posisi ayahnya, mendiang Kim Jong-il, sebagai pemimpin Korut.
Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan keputusan Korut adalah langkah konkret yang positif untuk melanjutkan proses denuklirisasi demi proses perdamaian di Semenanjung Korea.
"Tapi, mereka (Korut) harus membuktikan kelanjutan keputusan tersebut dengan aksi terkait," ujar Carney di Washington, AS.
Apresiasi serupa datang pula dari China dan seteru abadi Korut, Korea Selatan (Korsel). Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei menyatakan negerinya menyambut perkembangan hubungan antara Korut dan AS, serta kontribusinya dalam proses perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Timur.
"China bersedia untuk memperjuangkan semua pihak terkait agar mau melanjutkan proses perundingan enam negara, memainkan peran konstruktif dalam perdamaian yang abadi, serta stabilitas Semenanjung Korea dan Asia," kata Lei.
China merupakan tuan rumah pembicaraan enam negara menyangkut nuklir di Korut yang buntu sejak 2008. Enam negara yang terlibat dalam pembicaraan itu adalah AS, China, Jepang, Rusia, Korut, serta Korsel.
Jepang, yang merupakan sekutu dekat AS, mengeluarkan pernyataan yang mengapresiasi serta optimistis perundingan enam negara akan berkembang.
Kemustahilan
Di balik apresiasi tinggi masyarakat dunia, ada pula yang berpendapat sebaliknya. Mantan negosiator AS di Korut, Jack Pritchard, menilai kepatuhan Korut untuk menghentikan program nukllir adalah kemustahilan mengingat kepemimpinan Jong-un belum teruji.
"Bagaimana mungkin seorang pemuda berusia 28 tahun mau menyerahkan satu-satunya kekuatan yang mampu memberi legitimasi tinggi ketika berurusan dengan negara-negara adidaya untuk mempertahankan keberlangsungan rezimnya? Dia tidak akan melakukannya," kata pria yang memimpin Korea Economic Institute itu.
Hal senada diungkapkan peneliti senior International Crisis Group, Daniel Pinkston. Menurut Pinkston, masih ada fasilitas militer selain Yongbyon yang digunakan untuk pengayaan uranium. Mengutip laporan intelijen, Pinkston mengatakan ada dua hingga tiga fasilitas yang bisa digunakan.
"Mengacu fakta Yongbyon yang dibangun sangat cepat dan juga sangat canggih, menunjukkan bukan pertama kali Korut membangun fasilitas (pengayaan uranium)," kata Pinkston.
Sementara itu rival abadi Korut, Korsel, mengajukan syarat agar negosiasi yang buntu dapat kembali dilaksanakan. Juru Bicara Kemenlu Korsel Cho Byung-jae mengimbau perlucutan senjata nuklir Korut sebelum perundingan enam negara bisa dilaksanakan.
Sikap hati-hati juga ditunjukkan Menlu AS Hillary Clinton. Meskipun menyatakan tindakan Korut sebagai langkah awal yang baik, pihaknya tetap melakukan pemantauan yang ketat terhadap aktivitas militer Korut.
"Kami, tentu saja, akan mengawasi dengan cermat dan menilai pemerintahan baru Korea Utara itu lewat tindakan mereka," kata Clinton kepada Kongres AS. (MI/U-3) Lampungpost
Komentar
Posting Komentar