Pages

Langsung ke konten utama

Saat Rusia Menjadi Teman Baik Dalam Sejarah Kamboja

Suatu pagi, 18 Maret 1970, Pangeran Kamboja Norodom Sihanouk, yang tengah berada di Moskow untuk menegosiasikan pengusiran komunis dari Vietnam, menerima telegram peringatan dari Phnom Penh. PM Lon Nol, yang didukung oleh militer, melakukan kudeta dan menujuk dirinya sendiri sebagai Kepala Negara Kamboja.

Kudeta tersebut diam-diam didukung oleh pemerintahan Richard Nixon, yang kesal dengan serangkaian kemunduran di Indochina di tangan pasukan pro-Moskow. Kudeta tersebut membuat Kamboja tak lagi menjadi pihak netral dalm Perang Vietnam dan secara terbuka mendukung Vietnam Selatan. Peristiwa pada Maret 1970 memicu serangkaian perang di Kamboja, dan puncaknya ialah genosida terparah di Asia.

Terkejut akan kudeta tersebut, Uni Soviet menolak mengakui pemerintahan baru dan memberi lampu hijau bagi pasukan Vietnam Utara untuk menginvasi Kamboja. Sihanouk, yang meninggalkan Moskow dan pergi ke Beijing, mendukung Vietnam Utara yang melakukan invasi atas perintah pemimpin Khmer Merah Nuon Chea. Perang sipil tersebut berlangsung selama lima tahun, dan AS menyediakan dukungan udara bagi pasukan Lon Nol. Khmer Merah akhirnya berhasil merebut kekuasaan pada 1975, menciptakan teror bagi semua pihak yang dianggap lawan.

Perpecahan Sino-Soviet dan Genosida Kamboja


Rezim Khmer Merah, yang mengubah nama Kamboja mejadi Kampuchea Demokrat, menguasai negara tersebut dari 1975 hingga 1979.  Ia didukung Tiongkok dan diakui sebagai pemerintahan resmi oleh sebagian besar negara Barat. Hal ini terjadi akibat perpecahan Sino-Soviet dan menghangatnya hubungan antara Washington dan Beijing.

Salah satu aksi internasional pertama Khmer Merah ialah meluncurkan roket ke kedutaan Soviet dan menjarah gedung sebelum memaksa diplomat Rusia pergi ke kedutaan Prancis. Dalam wawancara beberapa tahun kemudian, Sihanouk menyebutkan para diplomat dipaksa pergi ke kedutaan Prancis dengan kondisi tangan terikat.

Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot dibentuk untuk membunuh minoritas suku Cham dan Vietnam di Kamboja sebelum mengincar para intelektual dan masyarakat kelas menengah. Genosida tersebut menghilangkan nyawa dua juta orang korban.

Marah besar atas pembantaian warga Vietnam dan ancaman yang menghampiri negara tersebut, Vietnam, dengan dukungan Soviet, menginvasi dan menduduki Kamboja, menyiapkan sayap kiri Republik Rakyat Kampuchea pada 1979, yang kemudian menjadi Negara Kamboja dan bertahan hingga 1991.

Pemerintahan sosialis diakui oleh Moskow, tapi PBB menyebutkan pemerintah resmi Kamboja masih Khmer Merah.

Membangun Kembali Kamboja

Setelah kejatuhan Khmer Merah, pakar Soviet dan Jerman Timur membantu membangun kembali negara tersebut. Pertempuran dengan Khmer Merah masih berlanjut hingga pertengahan 1980-an. Pada 1983, delapan ahli kapas Soviet dibunuh oleh Khmer Merah di pedesaan.

Setelah Barat memboikot negara tersebut, Pakta Warsawa membantu membangun kembali Kamboja. Moskow menyumbangkan seratus juta dolar AS per tahun hingga 1991. Satu-satunya negara nonblok yang mengakui dan medukung pemerintah sosialis Kamboja ialah India. 

Victor Samoilenko, seorang diplomat Rusia yang berbasis di Divisi Indochina Kementerian Luar Negeri Uni Soviet pada 1970-an, menyatakan pada Harian Kamboja bahwa laporan yang ia terima dari negaranya melukiskan gambar yang sangat suram.

“Mereka membalas, ‘Kamboja butuh segalanya,’ dari piring sampai pensil. Sistem kesehatan, sistem perkotaan, sistem pembuangan air, pasokan air, listrik, semuanya dihancurkan oleh rezim Pol Pot,” kata Samoilenko, yang kemudian ditugaskan menjadi Duta Besar Rusia untuk Kamboja.

Khmer Merah membunuh hampir semua dokter di negara tersebut dan selama beberapa tahun, ahli medis dari Uni Soviet dan Kuba didatangkan untuk merawat masyarakat Kamboja. Beberapa ratus beasiswa dikeluarkan bagi siswa kedokteran Kamboja di universitas Soviet.

“Uni Soviet membangun kembali jalan, jalur kereta, dan membangkitkan pertanian Kamboja,” kata Anupam Talreja, seorang diplomat India yang bertugas di Kamboja pada awal 1980-an. “Negara ini sangat trauma akibat perang sipil dan mundur 50 tahun ke belakang.”

Rekonsiliasi Kamboja

Dengan jatuhnya komunisme di seluruh Eropa dan runtuhnya Uni Soviet, Rusia menjadi salah satu inisiator Konferensi Kesepakatan Perdamaian Paris yang disponsori PBB pada 1991.

“Proses ini dimulai sejak 1989, dan rekonsiliasi Kamboja bisa terjadi berkat Mikhail Gorbachev,” kata Talreja. “Ialah sang visioner sesungguhnya di balik traktat perdamaian tersebut.”

Pada 23 Oktober 1991, Traktat Perdamaian Paris ditandatangani oleh 19 negara dan semua kubu yang berperang di Kamboja. Kesepakatan tersebut membuat PBB menempatkan pasukannya untuk menjaga perdamaian dan itu pertama kalinya PBB mengepalai sebuah negara. 

Pada 1993, Sihanouk diangkat kembali menjadi Raja Kamboja. Perpolitikan negara tersebut mengalami naik-turun, tapi tetap damai hingga saat ini. 

Pada 1995, Rusia dan Kamboja menandatangani Deklarasi Gabungan Fondasi Hubungan Persahabatan. Ini menjadi dokumen panduan hubungan bilateral.

Tahun lalu, PM Rusia Dmitry Medvedev mengunjungi Kamboja sebagai bagian dari kunjungan ke ASEAN. Kedua negara sepakat meningkatkan kerja sama di bidang budaya, ekonomi, dan pertahanan, serta mempromosikan pariwisata. sumber

Komentar

  1. wow artikel yang kerenn.. ooo iya kak kalau ingin tahu tentang web gratis yukk disini saja.. terimakasih

    BalasHapus
  2. Menyambut Datangnya Tahun Baru Imlek 2019, Bolavita Sebagai Situs Permainan Keberuntungan Online Terpercaya Di indonesia Akan Mengadakan Event Bagi" Angpao Spesial Bagi Para Member Bolavita..

    Syarat Yang Berlaku, Mari Kunjungi www(.)bolavita(.)site >>

    Untuk Info Lebih Lanjut :)

    BBM : BOLAVITA
    WA : +628122222995

    Ayuk Meraih Keberuntungan anda dan Meraih Hadiah Bersama BOLAVITA :

    BalasHapus

Posting Komentar