
Kudeta tersebut diam-diam didukung oleh pemerintahan Richard Nixon, yang kesal dengan serangkaian kemunduran di Indochina di tangan pasukan pro-Moskow. Kudeta tersebut membuat Kamboja tak lagi menjadi pihak netral dalm Perang Vietnam dan secara terbuka mendukung Vietnam Selatan. Peristiwa pada Maret 1970 memicu serangkaian perang di Kamboja, dan puncaknya ialah genosida terparah di Asia.
Terkejut
akan kudeta tersebut, Uni Soviet menolak mengakui pemerintahan baru dan
memberi lampu hijau bagi pasukan Vietnam Utara untuk menginvasi
Kamboja. Sihanouk, yang meninggalkan Moskow dan pergi ke Beijing,
mendukung Vietnam Utara yang melakukan invasi atas perintah pemimpin
Khmer Merah Nuon Chea. Perang sipil tersebut berlangsung selama lima
tahun, dan AS menyediakan dukungan udara bagi pasukan Lon Nol. Khmer
Merah akhirnya berhasil merebut kekuasaan pada 1975, menciptakan teror
bagi semua pihak yang dianggap lawan.
Perpecahan Sino-Soviet dan Genosida Kamboja
Rezim Khmer Merah, yang mengubah nama Kamboja mejadi Kampuchea Demokrat, menguasai negara tersebut dari 1975 hingga 1979. Ia didukung Tiongkok dan diakui sebagai pemerintahan resmi oleh sebagian besar negara Barat. Hal ini terjadi akibat perpecahan Sino-Soviet dan menghangatnya hubungan antara Washington dan Beijing.
Salah
satu aksi internasional pertama Khmer Merah ialah meluncurkan roket ke
kedutaan Soviet dan menjarah gedung sebelum memaksa diplomat Rusia pergi
ke kedutaan Prancis. Dalam wawancara beberapa tahun kemudian, Sihanouk
menyebutkan para diplomat dipaksa pergi ke kedutaan Prancis dengan
kondisi tangan terikat.
Khmer
Merah yang dipimpin Pol Pot dibentuk untuk membunuh minoritas suku Cham
dan Vietnam di Kamboja sebelum mengincar para intelektual dan
masyarakat kelas menengah. Genosida tersebut menghilangkan nyawa dua
juta orang korban.
Marah
besar atas pembantaian warga Vietnam dan ancaman yang menghampiri
negara tersebut, Vietnam, dengan dukungan Soviet, menginvasi dan
menduduki Kamboja, menyiapkan sayap kiri Republik Rakyat Kampuchea pada
1979, yang kemudian menjadi Negara Kamboja dan bertahan hingga 1991.
Pemerintahan sosialis diakui oleh Moskow, tapi PBB menyebutkan pemerintah resmi Kamboja masih Khmer Merah.
Membangun Kembali Kamboja
Setelah
kejatuhan Khmer Merah, pakar Soviet dan Jerman Timur membantu membangun
kembali negara tersebut. Pertempuran dengan Khmer Merah masih berlanjut
hingga pertengahan 1980-an. Pada 1983, delapan ahli kapas Soviet
dibunuh oleh Khmer Merah di pedesaan.
Setelah
Barat memboikot negara tersebut, Pakta Warsawa membantu membangun
kembali Kamboja. Moskow menyumbangkan seratus juta dolar AS per tahun
hingga 1991. Satu-satunya negara nonblok yang mengakui dan medukung
pemerintah sosialis Kamboja ialah India.
Victor Samoilenko, seorang diplomat Rusia yang berbasis di Divisi Indochina Kementerian Luar Negeri Uni Soviet pada 1970-an, menyatakan pada Harian Kamboja bahwa laporan yang ia terima dari negaranya melukiskan gambar yang sangat suram.
“Mereka
membalas, ‘Kamboja butuh segalanya,’ dari piring sampai pensil. Sistem
kesehatan, sistem perkotaan, sistem pembuangan air, pasokan air,
listrik, semuanya dihancurkan oleh rezim Pol Pot,” kata Samoilenko, yang
kemudian ditugaskan menjadi Duta Besar Rusia untuk Kamboja.
Khmer
Merah membunuh hampir semua dokter di negara tersebut dan selama
beberapa tahun, ahli medis dari Uni Soviet dan Kuba didatangkan untuk
merawat masyarakat Kamboja. Beberapa ratus beasiswa dikeluarkan bagi
siswa kedokteran Kamboja di universitas Soviet.
“Uni
Soviet membangun kembali jalan, jalur kereta, dan membangkitkan
pertanian Kamboja,” kata Anupam Talreja, seorang diplomat India yang
bertugas di Kamboja pada awal 1980-an. “Negara ini sangat trauma akibat
perang sipil dan mundur 50 tahun ke belakang.”
Rekonsiliasi Kamboja
Dengan
jatuhnya komunisme di seluruh Eropa dan runtuhnya Uni Soviet, Rusia
menjadi salah satu inisiator Konferensi Kesepakatan Perdamaian Paris
yang disponsori PBB pada 1991.
“Proses
ini dimulai sejak 1989, dan rekonsiliasi Kamboja bisa terjadi berkat
Mikhail Gorbachev,” kata Talreja. “Ialah sang visioner sesungguhnya di
balik traktat perdamaian tersebut.”
Pada
23 Oktober 1991, Traktat Perdamaian Paris ditandatangani oleh 19 negara
dan semua kubu yang berperang di Kamboja. Kesepakatan tersebut membuat
PBB menempatkan pasukannya untuk menjaga perdamaian dan itu pertama
kalinya PBB mengepalai sebuah negara.
Pada
1993, Sihanouk diangkat kembali menjadi Raja Kamboja. Perpolitikan
negara tersebut mengalami naik-turun, tapi tetap damai hingga saat ini.
Pada
1995, Rusia dan Kamboja menandatangani Deklarasi Gabungan Fondasi
Hubungan Persahabatan. Ini menjadi dokumen panduan hubungan bilateral.
Tahun
lalu, PM Rusia Dmitry Medvedev mengunjungi Kamboja sebagai bagian dari
kunjungan ke ASEAN. Kedua negara sepakat meningkatkan kerja sama di
bidang budaya, ekonomi, dan pertahanan, serta mempromosikan pariwisata. sumber
wow artikel yang kerenn.. ooo iya kak kalau ingin tahu tentang web gratis yukk disini saja.. terimakasih
BalasHapusMenyambut Datangnya Tahun Baru Imlek 2019, Bolavita Sebagai Situs Permainan Keberuntungan Online Terpercaya Di indonesia Akan Mengadakan Event Bagi" Angpao Spesial Bagi Para Member Bolavita..
BalasHapusSyarat Yang Berlaku, Mari Kunjungi www(.)bolavita(.)site >>
Untuk Info Lebih Lanjut :)
BBM : BOLAVITA
WA : +628122222995
Ayuk Meraih Keberuntungan anda dan Meraih Hadiah Bersama BOLAVITA :